Setiap manusia normal pasti memiliki keinginan untuk menikah. Namun sebagai muslim, menuju pernikahan terdapat syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi. Maka dari itu, jika ada yang berkeinginan menikah saat umroh, perlu memperhatikan dalil syara’ terkait hal ini.
Dapat menunaikan ibadah umroh merupakan suatu kebahagiaan bagi setiap muslim. Terlebih jika bisa menggabungkan pernikahan dan umroh, tentu hal itu akan menjadi momen istimewa. Apalagi di Tanah Suci banyak tempat spesial bagi umat Islam.
Nah dalam ulasan kali ini akan dibahas terkait menikah ketika sedang umroh. Jika ada yang ingin melakukannya, simak ulasan berikut dan dapatkan manfaatnya.
Larangan Ketika Umroh
Larangan umroh tanpa mahram, Sumber: pexels.com
Setiap ibadah memiliki aturannya sendiri, termasuk ibadah umroh. Dengan demikian, setiap calon jamaah perlu memperhatikan aturan tersebut. Dimana pada dasarnya dalam aturan terdapat perintah dan larangan.
Dalam larangan umroh, jamaah perlu memperhatikannya agar ibadah tidak batal atau rusak. Termasuk hal-hal yang sering ditanyakan seperti umroh tanpa mahram. Sebab jika belum mengetahui suatu hal, bisa jadi menggelincirkan kepada larangan umroh.
Ada begitu banyak larangan saat seorang muslim menunaikan umroh. Mulai dari larangan berkata kotor, rafats, hingga hubungan suami istri. Bahkan terdapat hal yang mulanya halal menjadi haram saat melakukan umroh.
Salah satu larangan umroh adalah seperti dalam sebuah hadits dari Utsman bin ‘Affan Radhiyallahu ‘Anhu. Suatu ketika Rasulullah bersabda yang artinya,
“Orang yang sedang berihram tidak diperbolehkan menikah, menikahkan, atau melamar”. (HR Muslim No. 1409)
Ihram merupakan keadaan dimana jamaah sedang menggunakan pakaian khusus ibadah haji dan umroh. Pakaian ini sendiri dikenakan jamaah mulai dari miqat hingga selesainya ibadah. Dimana dalam rentang waktu itu, setiap jamaah dilarang berkenaan dengan aktivitas pernikahan.
Bolehkah Menikah saat Umroh?
Larangan menikah saat umroh, Sumber: pexels.com
Dari hadits di atas, dapat diketahui bahwa pernikahan saat umroh dilarang. Itu artinya setiap jamaah tidak boleh untuk melangsungkan pernikahan saat ibadah masih berlangsung.
Tidak hanya cukup sampai disitu saja. Bahkan larangan saat umroh berkenaan dengan pernikahan ini lebih luas. Segala aktivitas yang mengantarkan kepada perbuatan syahwat dilarang. Baik itu khitbah (melamar), atau juga menikahkan orang lain.
Maksud dari tidak boleh menikah saat umroh adalah ketika masih mengenakan pakaian ihram. Hal ini bisa jadi saat pakaian ihram telah dilepas, jamaah boleh melangsungkan pernikahan.
Dengan demikian jika ada jamaah yang menikah setelah ibadahnya selesai, maka itu diperkenankan. Jika syarat dan ketentuan telah dikantongi, jamaah bisa menikah di Tanah Suci. Menikah di Tanah Suci tentu lebih utama dibanding dengan menikah di tempat lain.
Biasanya orang yang menikah setelah ibadah umroh akan memilih waktu terbaik. Dan waktu terbaik yang sering digunakan menikah adalah setelah tahallul. Dimana tahallul sendiri merupakan rukun terakhir dari ibadah umroh.
Melangsungkan pernikahan setelah umroh sendiri persiapannya tidak rumit. Dengan demikian, saat jamaah akan melakukannya tidak perlu membuat perencanaan berlebihan.
Disebabkan tujuan utama datang ke Tanah Suci adalah untuk beribadah umroh, hal itu yang lebih penting. Akan lebih bijaksana jika jamaah lebih mempersiapkan ibadahnya dengan maksimal.
Hikmah Larangan Menikah
Hikmah larangan menikah saat umroh, Sumber: pexels.com
Adanya larangan menikah saat umroh sendiri memiliki hikmah yang besar. Berikut adalah beberapa hikmah yang perlu diketahui jamaah:
1. Mengesakan Allah
Allah Subhanahu wa Ta’ala merupakan satu-satunya Tuhan alam semesta. Dan Allah tidak mau disekutukan dengan siapapun. Dimana seorang hamba sudah selayaknya mengutamakan Allah dibanding apapun dan siapapun.
Tidak bolehnya menikah saat umroh seakan menjadi simbol dari hal ini. Dengan fakta umroh adalah sebuah ibadah, sudah selayaknya di hati dan pikiran seorang hamba hanya ada Allah.
Adanya makhluk dalam pikiran dan hati seorang hamba saat ibadah merupakan hal yang tidak tepat. Hal itu dikhawatirkan akan memecah konsentrasi dalam ibadah. Padahal untuk mendapatkan ibadah yang khusyuk diperlukan fokus dan ketenangan.
2. Menjauhkan dari Tarofuh
Pada dasarnya menikah adalah perantara seseorang bisa melakukan jimak dengan halal. Dimana jimak sendiri termasuk perbuatan bersenang-senang (tarofuh).
Padahal ibadah umroh sendiri merupakan ritual spiritual yang jauh dari senang-senang. Dalam pelaksanaan ibadah, seorang hamba dianjurkan untuk menghinakan diri. Mengakui kelemahan diri sebagai hamba.
Meskipun pernikahan sendiri termasuk ibadah, namun berbeda dengan jimak yang termasuk tarofuh. Jika bercampur antara bersenang-senang dengan ibadah, dikhawatirkan menjadikan ibadah tidak khusyuk. Terlebih bagi seorang manusia mengendalikan hawa nafsu bukanlah hal yang mudah.
3. Menumbuhkan Kebijaksanaan
Dan hikmah terakhir dari tidak bolehnya menikah saat umroh adalah akan menumbuhkan kebijaksanaan. Sebab dalam menjalani kehidupan di dunia, selain adanya keinginan manusia juga ada aturan Allah.
Seorang muslim yang bijaksana akan memahami bahwa keinginannya harus tunduk pada aturan Allah. Bagaimana pun keadaannya, aturan Allah harus lebih diutamakan daripada keinginan. Pada hakikatnya dalam aturan Allah memiliki kemaslahatan bagi seluruh hamba.
Nah itulah beberapa hikmah dari larangan menikah saat umroh. Jamaah perlu memperhatikan setiap larangan umroh, terlebih jika yang dilakukan adalah umroh Ramadhan 2025.
Menikah bagi Muslim
Akad nikah, Sumber: bincangmuslimah.com
Bagi seorang muslim menikah memiliki kedudukan penting. Dengan demikian tidak tepat jika ada muslim yang menganggap menikah hanya soal syahwat. Menikah bukan hanya melangsungkan nafsu birahi secara halal.
Saat seorang muslim menikah, inti yang perlu dipahami adalah untuk ibadah dan melangsungkan keturunan. Sebab kejayaan agama Islam dibutuhkan umat yang banyak lagi kuat. Jika umat ini sedikit, maka kedudukan kaum muslimin berpotensi terancam.
Bahkan Rasulullah sendiri bersabda yang artinya,
“Nikahilah perempuan yang penyayang dan dapat mempunyai banyak anak karena sesungguhnya aku akan berbangga dengan sebab banyaknya kamu di hadapan para Nabi nanti di hari Kiamat”. (HR Ahmad)