Berangkat umroh atau bayar hutang dulu seringkali menjadi problem bagi sebagian umat Islam. Meski adanya motivasi ibadah mengindikasikan kebaikan, namun setiap muslim perlu berhati-hati. Sebab hutang bukanlah sesuatu yang bisa dianggap remeh.


Pada dasarnya setiap muslim terikat dengan lima hukum perbuatan. Dimana antara satu dengan yang lain, tentu ada hukum perbuatan yang perlu didahulukan. Jika diurutkan, hukum perbuatan bagi umat Islam dimulai dari wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram.


Maka untuk keselamatan dan keharmonisan hidup, setiap muslim perlu mengamalkan prioritas amalan. Lantas berkenaan dengan umroh dan hutang, manakah yang sebaiknya perlu didahulukan?


Hukum Umroh dan Bayar Hutang

Tabungan untuk berangkat umroh, Sumber: fissilmi-kaffah.com


Pertimbangan berangkat umroh atau bayar hutang dulu perlu dimulai dari memahami hukum kedua amalan ini. Sebab dalam setiap hukum perbuatan, konsekuensinya tentu berbeda.


Mayoritas ulama memandang pelaksanaan umroh hukumnya adalah sunnah. Tentu hal ini berbeda dengan haji yang hukumnya wajib. Hal ini didasari oleh pelaksanaan haji yang menjadi penyempurna rukun Islam seseorang.


Meskipun demikian, bagi yang memiliki uang berlebih hukum umroh bisa menjadi wajib. Sebab bagi mereka yang mampu, melaksanakan ibadah merupakan sebuah keharusan.


Tentang sunnahnya umroh, hal ini didasari pada sebuah hadits yang artinya,


“Wahai Rasulullah, apakah umroh itu wajib?” Beliau menjawab, “Tidak, namun jika engkau berumroh itu lebih baik bagimu”. (HR At Tirmidzi)


Melihat hukum umroh tersebut, setiap muslim perlu bijaksana jika ingin menunaikannya. Jika uang masih terbatas, sebaiknya perlu menabung untuk umroh. Dan jika uang sudah cukup, bisa segera berangkat jika tidak ada tanggungan hutang. 


Sebab dari berbagai penjelasan syariat, hukum membayar hutang itu adalah wajib. Dimana konsekuensi dari kewajiban bisa mendatangkan dosa jika tidak dilakukan. 


Dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhuma, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda yang artinya,


“Menunda pembayaran hutang bagi orang kaya adalah kedzaliman”. (HR Al Bukhari)


Jika dana sudah cukup, sebaiknya hutang memang harus segera dibayarkan. Sebab hutang adalah hubungan antara manusia dengan manusia. Dimana hak atas sesama manusia sebaiknya segera dipenuhi.


Dengan adanya kewajiban membayar hutang, akan membuat orang beriman tidak tenang. Sebab berkenaan dengan pemenuhan hak sesama manusia, manusia dibatasi oleh waktu. Dimana dengan adanya fakta adanya kematian yang tidak manusia tahu, pembayaran hutang sebaiknya disegerakan.


Konsekuensi Tidak Bayar Hutang

Konsekuensi jika tidak bayar hutang, Sumber: cahayaislam.id


Dengan melihat perbedaan hukum kedua amalan di atas, tentu konsekuensi hukumnya juga berbeda. Sebagai amalan sunnah, pada dasarnya seorang muslim tidak mengapa jika tidak berumroh. Jika memang tidak ada uang, tidak perlu pergi umroh dengan berhutang.


Terlebih jika memang sudah memiliki hutang, jika sudah ada uang perlu disegerakan untuk membayarnya. Sebab konsekuensi tidak segera membayar hutang cukup berat.


Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda yang artinya,


“Siapa saja yang mengambil harta orang lain (berhutang) seraya bermaksud untuk membayarnya, maka Allah akan (memudahkan) melunasinya bagi orang tersebut. Dan siapa saja yang mengambilnya seraya bermaksud merusaknya (tidak melunasinya), maka Allah akan merusak orang tersebut”. (HR Ibnu Majah)


Selain konsekuensi ketika masih ada di dunia, orang yang tidak membayar hutang juga akan mendapat konsekuensi di akhirat. Dimana meski seseorang mendapat pahala jihad, hal itu pun tidak mampu untuk menghilangkan konsekuensi tidak membayar hutang.


Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda yang artinya,


“Dalam urusan hutang, demi Dzat yang menggenggam jiwa Muhammad. Seandainya ada orang yang terbunuh di jalan Allah kemudian hidup lagi, kemudian terbunuh lagi di jalan Allah dan hidup lagi, kemudian terbunuh di jalan Allah dan hidup lagi, tetapi dirinya memiliki tanggungan hutang, maka dia tidak akan masuk surga sampai melunasi hutangnya”. (HR Ahmad)


Dengan lebih beratnya konsekuensi tidak membayar hutang, tentu hal ini perlu dijadikan pertimbangan oleh setiap mukmin. Sebab akibat tidak bayar hutang yang berlaku di dunia hingga akhirat, setiap muslim perlu memperhatikan pelunasannya. 


Sebagaimana yang telah disinggung di atas, urutan melaksanakan perbuatan dimulai dari yang wajib. Setelah itu baru yang sunnah, baru kemudian yang mubah dan meninggalkan yang makruh dan haram.


Maka kesimpulannya adalah setiap muslim perlu membayar hutang terlebih dahulu, baru menunaikan umroh. Apalagi jika memang daya yang dimiliki memang terbatas. Dalam beragama setiap muslim tidak boleh mendahulukan perasaan, namun apa yang syariat tentukan.


Catatan Penting

Catatan penting bagi calon jamaah umroh, Sumber: solopos.com


Meskipun bagi seorang muslim sebaiknya lebih mendahulukan membayar hutang, dalam hal ini ada catatan penting. Dimana dalam beberapa kondisi, seorang muslim bisa menunaikan ibadah umroh terlebih dahulu dari pada membayar hutang.


Pertama adalah ketika seseorang telah memiliki nazar sebelum dirinya berhutang. Sebab hukum membayar nazar itu juga wajib sebagaimana membayar hutang. 


Tetapi jika antara dua hukum perbuatan yang sama saling bertemu, perlu pertimbangan tambahan. Jika yang wajib dan yang wajib bertemu, maka yang lebih penting dan mendesak yang perlu didahulukan.


Dengan demikian jika hutang temponya masih lama, maka umroh boleh lebih dahulu dikerjakan. Namun jika tempo pembayaran hutang sudah dekat, membayar hutang perlu dilakukan lebih awal. 


Setelah membayar hutang, maka boleh menabung kembali untuk umroh. Dan jika tabungan terkumpul lebih cepat, umroh Ramadhan 2025 dapat dipilih. Sebab melaksanakan ibadah umroh di bulan Ramadhan lebih banyak keutamaannya daripada menunaikan pada bulan yang lain.


Nah itulah ulasan mengenai amalan mana yang lebih didahulukan. Yang perlu terus diingat, setiap muslim terikat dengan lima hukum perbuatan. Jangan sampai pelaksanaan terbalik. Sebab selain konsekuensinya berbeda, keutamaannya dari setiap hukum perbuatan pun berbeda.