Mabit di Muzdalifah menjadi satu bagian dalam pelaksanaan ibadah haji. Meski istilah tersebut telah populer, terkadang ada saja jamaah yang salah saat melaksanakannya. Tidak mengherankan, sebab berhaji rata-rata hanya dilakukan sekali seumur hidup.


Sebagai sebuah ibadah, haji memiliki aturan tersendiri. Sebelum berangkat ke Tanah Suci, sebaiknya jamaah mengetahui setiap aturan di dalamnya. Baik itu yang sifatnya wajib berupa rukun haji, hingga amalan-amalan sunnah.


Nah dalam ulasan kali ini akan dibahas mengenai tata cara pelaksanaan mabit di Muzdalifah. Meski terkait hukum pelaksanaannya ulama berbeda pendapat, jamaah tetap perlu tahu. Seperti apa caranya?


Mengenai Mabit di Muzdalifah

Suasana mabit di Muzdalifah, Sumber: mediaindonesia.com


Amalan satu ini pada dasarnya telah populer di kalangan umat Islam. Meskipun begitu, perlu diulas terlebih dahulu mengenai amalan satu ini.


Sebagaimana namanya, amalan ini adalah kegiatan bermalam di Muzdalifah. Dimana biasanya jamaah akan melakukannya setelah melakukan wukuf di Padang Arafah. Meski mabit akan lebih sempurna jika dilakukan dengan menginap, namun tidak mengapa hanya dilakukan beberapa saat.


Muzdalifah sendiri merupakan sebuah area terbuka yang berada di antara Kota Makkah dan Mina. Area ini juga berdekatan dengan Wadi Muhassir, sebuah tempat dimana Allah menghancurkan pasukan gajah Raja Abrahah.


Ketika melakukan mabit di Muzdalifah, ada banyak amalan yang bisa dilakukan oleh jamaah. Namun tentu jamaah tidak boleh melakukan amalan dengan sembarangan. Perlu panduan dan tata cara agar tidak terjadi kekeliruan.


Dimana satu hal yang perlu jamaah ketahui adalah biasanya dilakukan jamak shalat maghrib dan isya di tempat ini. Sebab secara bahasa, Muzdalifah sendiri berasal dari kata al izdilaf yang bermakna berkumpul. Dari kata ini ulama berpendapat Muzdalifah adalah tempat berkumpulnya shalat maghrib dan isya’.


Hukum Mabit di Muzdalifah

Hukum melaksanakan mabit, Sumber: wikipedia.com


Dari penjelasan mengenai mabit di Muzdalifah tersebut, lantas bagaimana hukum pelaksanaannya? Berkenaan dengan hal ini, para ulama memiliki pandangan yang berbeda.


Pandangan pertama ada ulama yang mengatakan bahwa mabit di Muzdalifah adalah rukun haji. Dengan demikian itu artinya bagi jamaah yang tidak melakukan amalan ini, hajinya menjadi tidak sah. Sebab rukun pada dasarnya merupakan tiang yang menegakkan sebuah ibadah.


Ada juga ulama yang mengatakan bahwa amalan ini merupakan sunnah. Dengan demikian meski utama untuk dilakukan, tidak mengapa jika ditinggalkan. Artinya ibadah hajinya tetap sah dan tidak perlu membayar dam saat meninggalkan mabit di Muzdalifah.


Dan pendapat terakhir adalah bahwa mabit di Muzdalifah adalah wajib. Namun jika jamaah terpaksa meninggalkannya karena rukhsah, maka tidak sampai membatalkan haji. Jamaah yang meninggalkannya tanpa rukhsah hanya wajib membayar dam.


Dalam kitab Syarhul Jami’ li Ahkamil Umroh wal Hajji waz Ziaroh halaman 9 dijelaskan, 

“Ulama kalangan Syafi’iyah dan Hanabilah berkata, bagi jamaah haji wajib ada di Muzdalifah setelah masuk pertengahan malam meskipun hanya diam dalam waktu yang sebentar”.


Adapun rukhsoh atau keringanan yang membuat jamaah boleh meninggalkan amalan ini ada banyak. Mulai dari sakit, tua, kondisi sulit, hingga karena memiliki tugas terkait pelaksanaan ibadah haji.


Meski para ulama berbeda pandangan terkait hal ini, namun jamaah tidak boleh menganggap sepele. Jika memiliki kondisi memungkinkan, sebaiknya tetap melakukannya. Sebab cara fokus beribadah salah satunya adalah dengan melakukan semua yang terkait, baik wajib atau sunnahnya.


Tata Cara Mabit di Muzdalifah

Tata cara melaksanakan mabit di Muzdalifah, Sumber: islamicity.org


Agar pelaksanaan mabit lebih khusyuk dan berkesan, sebaiknya jamaah perlu memiliki cara untuk melakukannya. Sebab pada dasarnya amalan ini termasuk dalam rangkaian ibadah haji.


Cara melakukannya adalah sebaiknya jamaah tiba di Muzdalifah sebelum masuk tengah malam. Setiba di sana, hal pertama yang harus segera dilakukan adalah menunaikan shalat. Sebab pelaksanaan shalat maghrib dan isya tertunda, maka pelaksanaannya adalah dengan dijamak.


Meskipun terlambat, kabar gembiranya adalah shalat tetap berkesempatan dilakukan dengan berjamaah. Sebab sebagian besar jamaah akan sama-sama mengalami hal ini. Dengan demikian tentu jamaah akan tetap mendapatkan pahala shalat berjamaah.


Setelah selesai shalat, selanjutnya adalah jamaah melakukan wukuf di Muzdalifah. Meskipun wukuf akan lebih banyak berdiam, namun jangan sampai jamaah hanya mengisinya dengan tidur. Akan lebih baik jamaah mengisinya dengan banyak berdoa dan berdzikir. 


Terlebih kawasan Muzdalifah termasuk dalam area Masy’aril Haram. Dimana saat berada di area ini, jamaah tidak boleh berbicara maupun bertindak sia-sia.


Dalam Surat Al Baqarah ayat 198 Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya,

“Maka apabila kamu telah bertolak dari Arafah, berdzikirlah kepada Allah di Masy’aril Haram”.


Secara bahasa dzikir dapat diartikan sebagai mengingat. Dengan demikian ketika berdzikir, selain membaca kalimat thayyibah jamaah juga dianjurkan untuk banyak mengingat Allah. Selain akan menghadirkan ketenangan, banyak mengingat Allah juga akan memunculkan motivasi kebaikan.


Kegiatan berdiam di Muzdalifah akan ditutup dengan melaksanakan shalat subuh berjamaah. Dimana dalam momen ini, setiap jamaah akan merasakan momen yang tidak terlupakan.


Dengan demikian jika berkesempatan melaksanakan haji furoda 2025 sebaiknya jamaah tidak melewatkan amalan ini. Efek dari melaksanakan mabit di Muzdalifah tidak kalah menakjubkan dengan wukuf di Arafah.


Dimana setelah jamaah melakukan kontemplasi kepada Allah, seakan memacu semangat beragama. Tidak hanya soal ibadah, namun soal dalam agama secara luas. Dan saat ibadah haji mabrur, maka seakan-akan sisa hidup menjadi lebih indah sebab selalu mengutamakan Allah.


Nah itulah ulasan terkait tata cara mabit di Muzdalifah. Meskipun terkesan sepele, jamaah tetap perlu mempelajari cara melakukannya jauh-jauh hari. Bila perlu dilakukan setelah melakukan pendaftaran calon jamaah haji.