Dalam pelaksanaan ibadah haji, terkadang ada jamaah yang ingin sekaligus berumroh. Dengan biaya ke Tanah Suci yang tidaklah murah, mereka takut tidak akan bisa kembali lagi. Jika berniat demikian, sebaiknya jamaah perlu mengetahui jenis ibadah haji yang sering dilakukan.


Dengan memiliki pengetahuan, jamaah bisa memilih pelaksanaan haji yang dirasa sesuai. Sebab pada masing-masing ibadah haji, terdapat beberapa perbedaan jika diiringi dengan umroh. Bahkan ada juga yang berdampak pada penambahan pengeluaran biaya.


Nah apa saja jenis dari ibadah haji sesuai dengan pelaksanaannya? Jika Anda termasuk yang berniat untuk mengiringi ibadah haji dengan umroh, ulasan berikut sebaiknya perlu untuk disimak!


Jenis Ibadah Haji

Mengenal jenis ibadah haji, Sumber: bisnis.com


Dalam pelaksanaan rukun, tidak ada perbedaan dalam ibadah haji. Semuanya tetap melakukan wukuf di Padang Arafah sebagai rukun utama. Namun secara umum, berikut adalah jenis ibadah haji:


1. Haji Ifrad


Jenis haji yang pertama ini adalah yang paling sering dilakukan oleh jamaah. Dimana dari segi pelaksanaan, jamaah hanya fokus untuk menunaikan ibadah haji. Tidak ada penambahan pelaksanaan ibadah umroh baik sebelum maupun sesudah pelaksanaan haji.


Pelaksanaan haji Ifrad memiliki keistimewaan tersendiri dibanding dengan yang lain. Sebab selain jamaah akan lebih fokus untuk menunaikan ibadah haji, juga tidak ada tanggungan biaya tambahan yang dikeluarkan.


Berbeda dengan pelaksanaan ibadah haji yang lain. Dimana jika ada jamaah yang ingin menggabungkan dengan umroh maka biasanya akan terkena wajib bayar denda. Atau yang sering disebut dengan dam.


2. Haji Qiran


Jenis haji selanjutnya adalah haji Qiran. Jenis haji yang kedua ini adalah haji yang pelaksanaannya digabung dengan ibadah umroh. 


Pelaksanaannya adalah setelah berniat di miqat, jamaah melakukan thawaf qudum setibanya di Makkah. Kemudian shalat dua rakaat di belakang Maqam Ibrahim. Lalu melakukan Sa’i antara Shafa dan Marwa. Sa’i ini dilakukan untuk umroh dan haji sekaligus tanpa bertahalul.


Jamaah harus dalam kondisi ihram hingga tiba waktu tahallul pada tanggal 10 Dzulhijjah. Jamaah yang melakukan jenis haji ini wajib membayar dam, biasanya menyembelih seekor kambing.


3. Haji Tamattu’


Dan jenis haji terakhir adalah haji Tamattu’. Dimana dalam pelaksanaannya, biasanya dilakukan dengan mendahulukan ibadah umroh. Setelah itu baru jamaah melakukan haji.


Untuk melakukan haji Tamattu’ jamaah akan mengambil ihram untuk umroh terlebih dahulu. Kemudian setelah selesai umroh, jamaah akan melepas ihramnya di Makkah. Dan ketika datang waktu haji, jamaah akan kembali mengenakan pakaian ihram.


Untuk melakukan jenis haji ini jamaah harus masuk dalam persyaratannya. Di antara syaratnya adalah jamaah harus bukan penduduk Masjidil Haram, umroh dalam bulan-bulan haji dan mendahulukan umroh sebelum haji.


Nah itulah jenis haji menurut pelaksanaannya. Dimana pada dasarnya hikmah haji adalah cerminan ketaatan seorang hamba. Meski keinginan untuk menambahkan umroh pada pelaksanaan haji mengandung unsur taat, namun jamaah perlu hati-hati.


Sebelum melakukan niat tersebut, jamaah perlu memahami ilmunya. Yaitu ilmu terkait boleh tidaknya melaksanakan umroh dan haji sekaligus. Sebab jika tidak paham, dikhawatirkan ibadah yang dilakukan menjadi tidak mabrur.


Bolehkah Jamaah Melakukannya?

Tata pelaksanaan ibadah haji berdasarkan jenisnya, Sumber: mediajakarta.com


Dari uraian di atas, akan menjadi tidak masalah jika jamaah hanya ingin menunaikan haji Ifrad. Sebab haji tersebut murni hanya melakukan ibadah haji saja, tanpa menambah dengan ibadah umroh. Namun jika ingin menambahkan ibadah umroh, jamaah perlu memiliki pengetahuannya tentangnya.


Baik haji Qiran maupun Tamattu’ pelaksanaannya adalah dengan menambahkan ibadah umroh. Dimana hal ini tentu akan menimbulkan permasalahan. Sebab antara kedua ibadah tersebut memiliki hukum yang berbeda, serta waktunya berbeda.


Namun kabar baiknya terdapat sebuah riwayat terkait pelaksanaan haji dan umroh secara beriringan. Dalam sebuah hadits dari Aisyah Radhiyallahu ‘Anha yang artinya,


“Wahai Rasulullah kalian sudah berumroh sedangkan aku belum” Maka beliau berkata, “Wahai Abdurrahman pergilah bersama saudarimu ini dan berumrohlah dari Tan’im”. Maka Abdurrahman menaikkan ‘Aisyah ke untanya kemudian melaksanakan umroh”. (HR Bukhari No. 1362)


Peristiwa itu terjadi setelah rombongan Rasulullah selesai melaksanakan haji. Namun karena waktu sebelum haji ‘Aisyah mengalami haid, maka beliau belum sempat berumroh. Setelah minta izin pada Rasulullah, akhirnya ‘Aisyah pun bisa melakukan umroh meski baru selesai berhaji.


Meski ada ulama yang menganggap hadits di atas adalah pengkhususan bagi ‘Aisyah, namun tetap memberi penjelasan. Dimana dalam keadaan tertentu seseorang boleh mengiringi ibadah haji dengan ibadah umroh.


Terlebih baik mereka yang memiliki kesulitan untuk ke Tanah Suci. Sebab saat ini biaya ke Tanah Suci memanglah tidak murah. Terlebih jika itu ditempuh dari Indonesia yang mayoritas penduduknya harus menabung dalam waktu lama untuk bisa ke Tanah Suci.


Dengan demikian tidak mengherankan jika sebagian besar ulama membolehkan mengiringi ibadah haji dengan umroh. Sebab memang bisa jadi kemampuan jamaah ke Tanah Suci hanya sekali seumur hidup. Berbeda dengan mereka yang bisa mengambil kesempatan haji furoda resmi.


Terdapat Pengecualian

Pengecualian terhadap beberapa keadaan jamaah, Sumber: mediaindonesia.com


Keterbatasan ekonomi dalam syariat Islam bisa menyebabkan terjadinya rukhsah. Dimana bagi mereka yang benar-benar tidak mampu melakukan syariat, akan mendapat keringanan.


Dan faktor ekonomi memang seringkali menjerat umat Islam. Meski memiliki semangat menunaikan ibadah di Tanah Suci begitu kuat, namun jika tak mampu secara finansial tetap tidak akan bisa ke sana. Itulah yang bisa jadi menyebabkan seorang muslim bisa melakukan jenis haji Qiran maupun Tamattu’.


Namun bagi mereka yang memiliki kemudahan dalam hal harta, maka mereka masuk dalam pengecualian. Dimana kelimpahan harta yang dimiliki memungkinnya untuk kembali ke Tanah Suci.


Dalam hal ini bisa jadi dirinya tidak boleh mengiringi ibadah haji dengan umroh sekaligus. Sebab dalam hadits di atas, Abdurrahman tidak melakukan umroh meski menemani ‘Aisyah. Sebab Abdurrahman memiliki kemudahan untuk kembali melakukannya di lain kesempatan. Wallahu a’lam bish shawab.