Hingga saat ini, masih ada sebagian orang yang bangga saat dipanggil dengan sebutan haji. Atas dasar itu, pergi haji menjadi amalan yang begitu diupayakan. Padahal untuk mencapai haji mabrur, setiap jamaah perlu memahami esensi ibadah haji.
Esensi atau yang lebih familiar dikenal dengan makna akan menjadikan seseorang lebih serius. Dalam pelaksanaan ibadah haji misalkan, mengetahui esensi akan menjadikan jamaah lebih khusyuk. Terlebih jika pengetahuan itu diimbangi dengan persiapan yang matang.
Lantas apa esensi dari pelaksanaan ibadah haji? Sekedar untuk meraih gelar atau memang sebagai satu jalan mencapai ketakwaan? Simak ulasan berikut!
Perlu Kebenaran Niat
Niat ibadah haji, Sumber: aljazeera.com
Sebelum membahas esensi ibadah haji, setiap jamaah perlu memahami pentingnya niat. Sebab untuk mencapai haji yang mabrur, selain dibutuhkan pemahaman makna ibadah haji juga diperlukan kebenaran niat. Dan niat berhaji karena hanya ingin mendapatkan gelar merupakan niat yang salah.
Berkenaan dengan hal itu, ada sebuah hadits dari Umar bin Khattab yang artinya,
“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang dia niatkan”. (HR Al Bukhari)
Niat mendapatkan gelar hanyalah motivasi duniawi. Dimana hal itu tidak tepat jika disandingkan dengan pelaksanaan ibadah. Dalam berhaji, jamaah harus memiliki niat yang benar yaitu ibadah hanya untuk Allah. Di samping itu juga tetap menghindari setiap larangan ibadah haji.
Sebelum menetapkan pilihan untuk mendaftar antrian haji, setiap muslim perlu meluruskan niat. Sebab niat letaknya dalam hati dan hanya diketahui diri sendiri, cara meluruskan niat adalah melakukan muhasabah. Introspeksi diri akan kehambaan diri di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Esensi Ibadah Haji, Apa Sebenarnya?
Esensi ibadah haji, Sumber: makkah-madinah.accor.com
Setelah niat berhaji sudah mantap hanya untuk Allah, jamaah bisa menguatkannya dengan memahami esensi ibadah haji. Dimana esensi pada dasarnya sudah tergambar dari setiap rukun haji.
Satu hal yang sangat menonjol dari pelaksanaan ibadah haji pada dasarnya adalah napak tilas. Dengan berhaji, jamaah akan bisa kembali mengenang kehidupan Nabi Ibrahim, Siti Hajar dan Nabi Ismail. Dimana ketiga orang tersebut telah mengajarkan makna tauhid.
Selain itu, esensi ibadah haji dapat dilihat dari amalan pertama setiap jamaah. Sebelum melakukan berbagai rangkaian haji, jamaah diwajibkan mengenakan pakaian ihram.
Jika dilihat secara seksama, pakaian ihram memiliki makna yang mendalam. Pakaian yang serba putih menjelaskan bahwa ketika berhaji semua orang sama. Sekat status saat ini harus ditinggalkan. Tidak ada bedanya antara pejabat maupun orang biasa. Ketika menghadap Allah semua harus dalam keadaan suci.
Tidak hanya sampai di situ. Ketika melakukan wukuf di Arafah juga memiliki makna tersendiri. Wukuf yang memiliki makna berhenti, mengharuskan semua jamaah berhenti dari duniawi saat di Arafah. Mereka akan benar-benar melupakan dunia untuk fokus melakukan muhasabah.
Wukuf sendiri merupakan rukun haji yang disebut secara spesifik oleh Rasulullah. Dimana ketika ada jamaah yang tidak melakukannya, hajinya menjadi tidak sah. Jangankan mendapat gelar ibadah haji, mabrur pun akan hanya menjadi harapan.
Dalam sebuah hadits Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda yang artinya,
“Haji adalah Arafah. Barang siapa yang sempat datang sebelum shalat subuh pada malam Jamak (malam keberangkatan ke Muzdalifah) maka hajinya telah sempurna”. (HR At Tirmidzi)
Selain kedua rukun yang telah disebutkan, Sa’i pun memiliki esensi mendalam. Ketika melakukan Sa’i jamaah akan teringat perjuangan Siti Hajar saat mencarikan air untuk Nabi Ismail.
Jika dalam mencarikan air untuk anaknya saja beliau begitu semangat, lantas sa’i tentu harus lebih semangat. Sebab melakukannya berarti para jamaah sedang berusaha untuk melakukan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dalam melakukan setiap rukun haji jamaah memang harus semangat. Sebab cara mendapatkan haji mabrur juga diperlukan semangat. Allah akan melihat usaha setiap hamba. Semakin semangat dalam beribadah, tentu akan semakin lebih dekat untuk diterima.
Dan selanjutnya esensi ibadah haji tergambar dari pelaksanaan rukun thawaf. Meskipun hanya seperti amalan berkeliling Ka’bah, thawaf memiliki makna mendalam.
Dalam thawaf, seakan jamaah menirukan aktivitas alam semesta. Alam semesta ini berputar dalam galaksi Bima Sakti, dimana matahari sebagai pusatnya. Dan tidak ada yang bisa menjadikan keteraturan tersebut kecuali Allah.
Dalam kehidupan di alam ini, semua terjadi secara teratur. Dimana antara planet satu yang lain akan berputar mengikuti porosnya. Begitu pula lah seorang muslim, jika ingin selamat dunia akhirat harus dalam keteraturan pada aturan Allah dalam Al Quran dan Sunnah Nabi.
Nah itulah beberapa gambaran dari esensi ibadah haji. Sebagai satu rukun Islam, beruntunglah bagi seorang muslim yang bisa menunaikannya. Sebab melaksanakan ibadah haji hanya bisa dilakukan oleh muslim tertentu. Terutama bagi mereka yang memiliki kemampuan biaya.
Menggapai Haji Mabrur
Haji yang mabrur, Sumber: aljazeera.com
Sebuah kenikmatan luar biasa bagi muslim yang bisa berhaji. Terlebih jika yang dilakukan adalah haji furoda resmi. Sebab dengan berhaji, sempurnalah rukun Islam seseorang.
Dengan demikian perlu motiasi yang benar ketika bisa melaksanakannya. Dimana satu-satunya harapan yang boleh digantungkan hanyalah mencapai haji mabrur. Bukan hanya untuk mendapatkan gelar dan status di hadapan sesama manusia.
Sebab Allah telah menyiapkan balasan luar biasa bagi yang bisa mendapat haji mabrur. Balasan yang akan membuat seorang muslim beruntung di akhirat.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda yang artinya,
“Haji yang mabrur tidak ada balasan baginya selain surga”. (HR Bukhari dan Muslim)
Dengan disediakannya balasan berupa surga, sebaiknya setiap jamaah menghilangkan setiap niat menyimpang. Dan hanya meniatkan dalam hati, berhaji hanya untuk menjalankan ketaatan kepada Allah semata. Dan itulah satu cara untuk menggapai haji yang mabrur.